What happen with "MAAF"

Rupanya dalam perjalanan ke bandara, aku tertidur di dalam taxi tanpa terasa sudah sampai di bandara, mungkin karena aku selama dua hari ini kurang istirahat sehingga begitu diayun-ayun di mobil taxi, aku langsung tertidur. Aku pun terbangun karena sang driver membangunkanku dengan mengatakan: Maaf pak, sudah sampai di bandara. Setelah kuselesaikan transaksi dengan supir taxi, ku langsung masuk ke dalam dan meletakkan tas ranselku di mesin detector. Lancaaar....krn handphone, powerbank dan korek gas sudah masuk ransel. Sambil menunggu counter checkin di buka, aku berkomunikasi dgn staf ku melalui whatsapp untuk mengetahui bagaimana perkembangan tugas yg telah aku berikan selama aku di luar kota. Alangkah terkejutnya aku, stafku belum memberikan kemajuan apapun dan bahkan belum melakukan apapun. Belum sempat aku bertanya alasannya, stafku mengatakan: MAAF pak, saya belum sempat mengerjakan tugas dari bapak karena kemarin saya sibuk dan saya tidak pernah mengerjakan tugas seperti itu. Bla..bla...bla... Dari kedua peristiwa yang berbeda, ku mendengar kata yang sama yaitu MAAF. Pemirsa.....kedua orang yang mengucapkan kata MAAF tadi saya yakin memiliki tujuan yang berbeda. Orang pertama menggunakan kata MAAF dengan maksud untuk bisa bersikap sesopan mungkin sesuai dengan etika perilaku yang mungkin diajarkan oleh kedua orangtuanya, mungkin juga oleh manajemen perusahaan tempat orang itu bekerja, dll. Kata MAAF yang ducapkan oleh orang pertama tadi (supir taxi) tidak mengandung arti bahwa orang itu melakukan kesalahan yang merugikan orang lain, justru sifatnya mengingatkan atau bahkan hanya sebagai kata pembuka saja. Kata MAAF yang diucapkan oleh orang kedua (stafku) sering diucapkan oleh orang namun dapat dikelompokkan pada 2 kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok yang mengucapkan kata MAAF itu dengan sungguh-sungguh atas kesalahan yang telah dilakukannya dan mungkin berjanji untuk tidak mengulangi lagi. Sisi positif kelompok ini adalah mereka sadar dengan sesadar-sadarnya dan sebenarnya sangat malu atas kesalahan yang telah di lakukannya.
Kelompok kedua adalah kelompok orang-orang yang boleh dibilang sudah sangat sering, bahkan mungkin sudah terbiasa mengucapkan kata MAAF. Kelompok ini juga sulit diketahui kesungguhannya dalam mengucapkan kata MAAF, dan bahkan mungkin ada maksud tersembunyi di dalamnya apatah lagi merasa malu atau bersalah. Kelompok ini kadang-kadang juga terdiri dari orang-orang yang siap untuk menanduk dari belakang jika ada kesempatan, merasa dirinya yang dibutuhkan, bisa menjadi musuh dalam selimut, dan lain-lain sifat yang muncul seperti sifatnya orang munafik. Kelompok ini juga tidak peduli dengan linkunhan sekitar, egois, senang cari muka, tidak memiliki empati, dan bla...bla...bla.... Penggunaan kata MAAF tentu tidak sama manfaatnya jika dibandingkan antara lingkungan keluarga, saudara, komunitas, dan organisasi. Dalam sebuah organisasi, sangatlah tidak mungkin dan mungkin tidak ada SOP yang mengatur apabila kita tidak bekerja dengan baik harus mengucapkan kata MAAF. Mengapa demikian? Karena setiap pekerjaan yang dilakukan oleh seorang karyawan atau bagian, pasti berkaitan dengan karyawan atau bagian lain. Dan yang lebih penting dapat mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi. Apakah MAAF diperlukan oleh sebuah organisasi? Bagaimana dgn orang-orang di organisasi kita yang sudah berkali-kali mengucapkan kata MAAF? .....Mudah-mudahan Allah SWT melindungi dan memberikan petunjukNya kepada kita semua. Aammiin

Komentar